Minggu, 22 Desember 2013

Hormatilah Ibumu (Refleksi memperingati hari Ibu)

1 komentar

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
 وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَاناً حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهاً وَوَضَعَتْهُ كُرْهاً وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْراً حَتَّى إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحاً تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
 “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo’a:
“Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri ni’mat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai. berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (Qs. Al-Ahqaaf : 15)
 Ayat diatas menjelaskan akan hak ibu terhadap anaknya. Ketahuilah, bahwasanya ukuran terendah mengandung sampai melahirkan adalah 6 bulan (pada umumnya adalah 9 bulan 10 hari), ditambah 2 tahun menyusui anak, jadi 30 bulan. Sehingga tidak bertentangan dengan surat Luqman ayat 14 (Lihat Tafsiir ibni Katsir VII/280)
 وَوَصَّيْنَا الْإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْناً عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
 “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun . Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (Qs. Luqman : 14)
 Dalam ayat ini disebutkan bahwa ibu mengalami tiga macam kepayahan, yang pertama adalah hamil, kemudian melahirkan dan selanjutnya menyusui. Karena itu kebaikan kepada ibu tiga kali lebih besar daripada kepada ayah. Sebagaimana dikemukakan dalam sebuah hadits,
 عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ :يَا رَسُوْلَ اللهِ، مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ، قَالَ ثُمَّ مَنْ، قَالَ أَبُوْكَ 
 Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, belia berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’” (HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548) Imam Al-Qurthubi menjelaskan, “Hadits tersebut menunjukkan bahwa kecintaan dan kasih sayang terhadap seorang ibu, harus tiga kali lipat besarnya dibandingkan terhadap seorang ayah. Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menyebutkan kata ibu sebanyak tiga kali, sementara kata ayah hanya satu kali. Bila hal itu sudah kita mengerti, realitas lain bisa menguatkan pengertian tersebut. Karena kesulitan dalammenghadapi masa hamil, kesulitan ketikamelahirkan, dan kesulitan pada saat menyusui dan merawat anak, hanya dialami oleh seorang ibu. Ketiga bentuk kehormatan itu hanya dimiliki oleh seorang ibu, seorang ayah tidak memilikinya. (Lihat Tafsir Al-Qurthubi X : 239. al-Qadhi Iyadh menyatakan bahwa ibu memiliki keutamaan yang lebih besar dibandingkan ayah) Begitu pula dengan Imam Adz-Dzahabi rahimahullaah, beliauberkata dalam kitabnya Al-Kabaair, Ibumu telah mengandungmu di dalam perutnya selama sembilan bulan, seolah-olah sembilan tahun. Dia bersusah payah ketika melahirkanmu yang hampir saja menghilangkan nyawanya. Dia telah menyusuimu dari putingnya, dan ia hilangkan rasa kantuknya karena menjagamu. Dia cuci kotoranmu dengan tangan kirinya, dia lebih utamakan dirimu dari padadirinya serta makanannya. Dia jadikan pangkuannya sebagai ayunan bagimu. Dia telah memberikanmu semua kebaikan dan apabila kamu sakit atau mengeluh tampak darinya kesusahan yang luar biasa dan panjang sekali kesedihannya dan dia keluarkan harta untuk membayar dokter yang mengobatimu. Seandainya dipilih antara hidupmu dan kematiannya, maka dia akan meminta supaya kamu hidup dengan suaranya yang paling keras. Betapa banyak kebaikan ibu, sedangkan engkau balas dengan akhlak yang tidak baik. Dia selalu mendo’akanmu dengan taufik, baik secara sembunyi maupun terang-terangan. Tatkala ibumu membutuhkanmu di saat dia sudah tua renta, engkau jadikan dia sebagai barang yang tidak berharga di sisimu. Engkau kenyang dalam keadaan dia lapar. Engkau puas minum dalam keadaan dia kehausan. Engkau mendahulukan berbuat baik kepada istri dan anakmu dari pada ibumu. Engkau lupakan semua kebaikan yang pernah dia perbuat. Berat rasanya atasmu memeliharanya padahal itu adalah urusan yang mudah. Engkau kira ibumu ada di sisimu umurnya panjang padahal umurnya pendek. Engkau tinggalkan padahal dia tidak punya penolong selainmu. Padahal Allah telah melarangmu berkata ‘ah’ dan Allah telah mencelamu dengan celaan yang lembut. Engkau akan disiksa di dunia dengan durhakanya anak-anakmu kepadamu. Allah akan membalas di akhirat dengan dijauhkan dari Allah Rabbul ‘aalamin. (Akan dikatakan kepadanya), ذَلِكَ بِمَا قَدَّمَتْ يَدَاكَ وَأَنَّ اللَّهَ لَيْسَ بِظَلَّامٍ لِّلْعَبِيدِ “Yang demikian itu, adalah disebabkan perbuatan yang dikerjakan oleh kedua tangan kamu dahulu dan sesungguhnya Allah sekali-kali bukanlah penganiaya hamba-hamba-Nya”. (QS. Al-Hajj : 10) (Al-Kabaair hal. 53-54, Maktabatush Shoffa, Dar Albaian)
 Demikianlah dijelaskan oleh Imam Adz-Dzahabi tentang besarnya jasa seorang ibu terhadap anak dan menjelaskan bahwa jasa orang tua kepada anak tidak bisa dihitung. Yah, kita mungkin tidak punya kapasitas untuk menghitung satu demi satu hak-hak yang dimiliki seorang ibu. Islam hanya menekankan kepada kita untuk sedapat mungkin menghormati, memuliakan dan menyucikan kedudukan sang ibu dengan melakukan hal-hal terbaik yang dapat kita lakukan, demi kebahagiannya. Contoh manusia terbaik yang berbakti kepada Ibunya Dari Abi Burdah, ia melihat Ibnu ‘Umar dan seorang penduduk Yaman yang sedang thawaf di sekitar Ka’bah sambil menggendong ibunya di punggungnya. Orang yaman itu bersenandung,
 إِنِّي لَهَا بَعِيْرُهَا الْمُـذِلَّلُ – إِنْ أُذْعِرْتُ رِكَابُهَا لَمْ أُذْعَرُ 
Sesungguhnya diriku adalah tunggangan ibu yang sangat patuh. Apabila tunggangan yang lain lari, maka aku tidak akan lari. Orang itu lalu bertanya kepada Ibn Umar, “Wahai Ibnu Umar, apakah aku telah membalas budi kepadanya?” Ibnu Umar menjawab, “Engkau belum membalas budinya, walaupun setarik napas yang ia keluarkan ketika melahirkan.” (Adabul Mufrad no. 11; Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
 Dalam sebuah riwayat diterangkan: Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya seseorang mendatanginya lalu berkata: bahwasanya aku meminang wanita, tapi ia enggan menikah denganku. Dan ia dipinang orang lain lalu ia menerimanya. Maka aku cemburu kepadanya lantas aku membunuhnya. Apakah aku masih bisa bertaubat? Ibnu Abbas berkata: apakah ibumu masih hidup? Ia menjawab: tidak. Ibnu Abbas berkata: bertaubatlah kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan dekatkanlah dirimu kepadaNya sebisamu. Atho’ bin Yasar berkata: maka aku pergi menanyakan kepada Ibnu Abbas kenapa engkau tanyakan tentang kehidupan ibunya? Maka beliau berkata: ‘Aku tidak mengetahui amalan yang paling mendekatkan diri kepada Allah ta’ala selain berbakti kepada ibu’. (Hadits ini dikeluarkan juga oleh Al Baihaqy di Syu’abul Iman (7313), dan Syaikh Al Albany menshahihkannya, lihat As Shohihah (2799)) Pada hadits di atas dijelaskan bahwasanya berbuat baik kepada ibu adalah ibadah yang sangat agung, bahkan dengan berbakti kepada ibu diharapkan bisa membantu taubat seseorang diterima Allah ta’ala. Seperti dalam riwayat di atas, seseorang yang melakukan dosa sangat besar yaitu membunuh, ketika ia bertanya kepada Ibnu Abbas, apakah ia masih bisa bertaubat, Ibnu Abbas malah balik bertanya apakah ia mempunyai seorang ibu, karena menurut beliau berbakti atau berbuat baik kepada ibu adalah amalan paling dicintai Allah sebagaimana sebagaimana membunuh adalah termasuk dosa yang dibenci Allah.
 Berbuat baik kepada ibu adalah amal sholeh yang sangat bermanfa’at untuk menghapuskan dosa-dosa. Ini artinya, berbakti kepada ibu merupakan jalan untuk masuk surga. Jangan Mendurhakai Ibu Dalam sebuah hadits Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wasallam bersabda,
 عن المغيرة بن شعبة قال : قال النبي صلى الله عليه و سلم : إن الله حرم عليكم عقوق الأمهات ووأد البنات ومنع وهات . وكره لكم قيل وقال وكثرة السؤال وإضاعة المال
 “Sesungguhnya Allah Ta’ala mengharamkan kalian berbuat durhaka kepada ibu-ibu kalian, mengubur anak perempuan hidup-hidup, menolak kewajiban dan menuntut sesuatu yang bukan menjadi haknya. Allah juga membenci jika kalian menyerbarkan kabar burung (desas-desus), banyak bertanya, dan menyia-nyiakan harta.” (Hadits shahih, riwayat Bukhari, no. 1407; Muslim, no. 593, Al-Maktabah Asy-Syamilah)
 Ibnu Hajar memberi penjelasan sebagai berikut, “Dalam hadits ini disebutkan ‘sikap durhaka’ terhadap ibu, karena perbuatan itu lebih mudah dilakukan terhadap seorang ibu. Sebab,ibu adalah wanita yang lemah. Selain itu, hadits ini juga memberi penekanan, bahwa berbuat baik kepada itu harus lebih didahulukan daripada berbuat baik kepada seorang ayah, baik itu melalui tutur kata yang lembut, atau limpahan cinta kasih yang mendalam.” (Lihat Fathul Baari V : 68)
 Sementara, Imam Nawawi menjelaskan, “Di sini, disebutkan kata ‘durhaka’ terhadap ibu, karena kemuliaan ibu yang melebihi kemuliaan seorang ayah.” (Lihat Syarah Muslim XII : 11)
 Buatlah Ibu Tertawa
 جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : جئْتُ أبَايِعُكَ عَلَى الْهِجْرَةِ، وَتَرَكْتُ أَبَوَيَّ يَبْكِيَانِ، فَقَالَ : ((اِرْخِعْ عَلَيْهِمَا؛ فَأَضْحِكْهُمَا كَمَا أَبْكَيْتَهُمَا))
 “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Aku akan berbai’at kepadamu untuk berhijrah, dan aku tinggalkan kedua orang tuaku dalam keadaan menangis.” Rasulullah Shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kembalilah kepada kedua orang tuamu dan buatlah keduanya tertawa sebagaimana engkau telah membuat keduanya menangis.” (Shahih : HR. Abu Dawud (no. 2528), An-Nasa-i (VII/143), Al-Baihaqi (IX/26), dan Al-Hakim (IV/152))
 Jangan Membuat Ibu Marah
 عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ : رِضَا الرَّبِّ فِي رِضَاالْوَالِدِ، وَسَخَطُ الرَّبِّ فِي سَخَطِ الْوَلَدِ.
 “Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, ia berkata, “Ridha Allah tergantung ridha orang tua dan murka Allah tergantung murka orang tua.“ (Adabul Mufrod no. 2. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan jika sampai pada sahabat, namun shahih jika sampai pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam)
 Kandungan hadits diatas ialah kewajiban mencari keridhaan kedua orang tua sekaligus terkandung larangan melakukan segala sesuatu yang dapat memancing kemurkaan mereka. Seandainya ada seorang anak yang durhaka kepada ibunya, kemudian ibunya tersebut mendo’akan kejelekan, maka do’a ibu tersebut akan dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
 Sebagaimana dalam hadits yang shahih Nabi Shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
 ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ، لاَ شَكَّ فِيْهِنَّ: دَعْوَةُ الْوَالِدِ عَلَى وَلَدِهِ، وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ، وَدَعْوَةُ الْمَظْلُوْمِ. 
 “Ada tiga do’a yang dikabulkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala yang tidak diragukan tentang do’a ini: (1) do’a kedua orang tua terhadap anaknya, (2) do’a musafir-orang yang sedang dalam perjalanan-, (3) do’a orang yang dizhalimin.” (Hasan : HR. Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad (no. 32, 481/Shahiih Al-Adabil Mufrad (no. 24, 372))
 Jika seorang ibu meridhai anaknya, dan do’anya mengiringi setiap langkah anaknya, niscaya rahmat, taufik dan pertolongan Allah akan senantiasa menyertainya. Sebaliknya, jika hati seorang ibu terluka, lalu ia mengadu kepada Allah, mengutuk anaknya. Cepat atau lambat, si anak pasti akan terkena do’a ibunya. Wal iyyadzubillaah..
 Saudaraku…jangan sampai terucap dari lisan ibumu do’a melainkan kebaikan dan keridhaan untukmu. Karena Allah mendengarkan do’a seorang ibu dan mengabulkannya. Dan dekatkanlah diri kita pada sang ibu, berbaktilah, selagi masih ada waktu.[]
Posted by Iswatin Hasanah
 ***
Read full post »

Rabu, 18 Desember 2013

Keutamaan Melakukan Puasa Senin Kamis

0 komentar
Sebagai umat beragama islam kita di anjurkan untuk melakukan puasa. Beberapa macam puasa yang bisa kita lakukan, seperti puasa wajib dan puasa sunnah. Contoh puasa sunnah adalah puasa senin kamis, puasa hari tasyrik, puasa muharom, dll.Keutamaan melaksanakan puasa Senin dan Kamis banyak sekali. Berikut ini merupakan dalil keutamaan berpuasa Senin dan Kamis serta puasa sunnah lainnya. Rasulullah saw. bersabda:
 إن في الجنة بابًا يقال له: الريان، يدخل منه الصائمون يوم القيامة لا يدخل منه أحد غيرهم. يقال: أين الصائمون؟ فيقومون لا يدخل منه أحد غيرهم، فإذا دخلوا أغلق فلم يدخل منه أحد
Artinya : “Sesungguhnya di surga ada satu pintu yang namanya “Ar-Rayyan,” yang akan di masuki oleh orang-orang yang sering berpuasa kelak pada hari kiamat, tidak akan masuk dari pintu itu kecuali orang yang suka berpuasa. di katakan : manakah orang-orang yang suka berpuasa? maka mereka pun berdiri dan tidak masuk lewat pintu itu kecuali mereka, jika mereka telah masuk, maka pintu itu di tutup sehingga tidak seorang pun masuk melaluinya lagi.” (HR Bukhori dan Muslim) Maksud dari beberapa pintu surga dibuka pada dua hari tersebut; Senin dan Kamis, yaitu di saat inilah setiap orang-orang Mukmin diampuni, kecuali dua orang Mukmin yang sedang bermusuhan. Dalil yang menguatkan hal ini adalah hadits yang termaktub dalam shahih Muslim dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Pintu-pintu Surga di buka pada hari Senin dan Kamis. Maka semua hamba yang tidak menyekutukan Alloh dengan sesuatu apapun akan diampuni dosa-dosanya, kecuali seseorang yang antara dia dan saudaranya terjadi permusuhan. Lalu dikatakan, ‘Tundalah pengampunan terhadap kedua orang ini sampai keduanya berdamai, tundalah pengampunan terhadap kedua orang ini sampai keduanya berdamai, tundalah pengampunan terhadap orang ini sampai keduanya berdamai.” (HR. Muslim). Dari aspek kejiwaan, sosial serta kesehatan, berpuasa memiliki beberapa manfaat, di antaranya: 1. Secara kejiwaan puasa membiasakan kesabaran, menguatkan kemauan, mengajari dan membantu bagaimana menguasai diri, serta mewujudkan dan membentuk ketaqwaan yang kuat di dalam diri. Inilah hikmah puasa yang paling utama. Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa.” (Al-Baqarah: 183) 2. Secara sosial dan kesehatan, sesorang yang telah biasa melakukan puasa senin kamis maka dia melakukan sunnah rasul juga melakukan diet secara islami. Bagaimana tidak? Seseorang tidak di katakan diet jika 2 hari dalam seminggu dia mengurangi jatah makannya seperti biasa. Di samping itu orang yang melakukan puasa berarti dia memberi waktu istirahat pada sistem kerja di lambung dan giginya. Dengan seperti itu, lambung atau ususnya bisa meminimalisir kerjanya agar tidak mudah terjangkit penyakit. 3. Dengan melakukan puasa kita bisa mengendalikan emosi,amarah, atau penyakit hati yang lainnya. Tidak tau mengaapa seseorang yang melakukan puasa atau sedang dalam keadaan puasa hawa pada dirinya bisa menjadi lebih sabar dan bisa mengontrol emosi. Oleh sebab itu kita sebagai umat islam di anjurkan untuk membiasakan diri melakukan puasa. 4. dan keutamaan lainnya adalah kita bisa merasakan bagaimana rasanya menjadi orang yang pas-pasan atau lebih sederhana lagi dari keadaan biasanya. Terkadang orang yang kaya tidak mau merasakan bagaimana susahnya menjadi orang yang serba kekurangan,serba pas-pasan, namun dengan cara puasa tersebut dia bisa merasakan apa yang di alami oarang lain yang susah untuk mencari makan. Dengan seperti itu kita bisa bersyukur pada Allah bahwa selama ini Allah senantiasa menjaga dan memberi kita banyak nikmat, rezeki dan kecukupan, namun kita malah mengabaikan itu semua dan tidak menyadari iru semua. Begitu juga bagi orang yang dalam keadaan kurang mencukipi dia juga bisa meminimalisir pengeluaran dalam sehari. Sesungguhnya jika seseorang itu mau bersyukur atau menyadari segalanya hidup akan terasa indah dan ringan. Jadi tidak ada keluhan yang perlu kita keluarkan setiap hari. Jangan pernah berparasaan bahwa puasa sunnah itu terasa berat karena tidak ada temannya, atau banyak godaannya. Maka dari itu, semakin besar cobaan yang kita lalui maka semakin nikmat pula kita menanti saat adzan magrib berkumandang. Di samping itu akan semakin besar pula pahala yang Allah berikan kepada kita.[]

Posted by : Sofiatin
Read full post »

Senin, 09 Desember 2013

Sejarah Perjuangan Walisongo dan Nama Walisongo

0 komentar



Walisongo
Walisongo atau Walisanga dikenal sebagai penyebar agama Islam di tanah Jawa pada abad ke 15 dan 16. Mereka tinggal di tiga wilayah penting pantai utara Pulau Jawa, yaitu Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat. 

Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat para Walisongo ini lebih banyak disebut dibanding yang lain. 


Walisongo
Arti Walisongo Ada beberapa pendapat mengenai arti Walisongo. Pertama adalah wali yang sembilan, yang menandakan jumlah wali yang ada sembilan, atau sanga dalam bahasa Jawa. Pendapat lain menyebutkan bahwa kata songo/sanga berasal dari kata tsana yang dalam bahasa Arab berarti mulia. Pendapat lainnya lagi menyebut kata sana berasal dari bahasa Jawa, yang berarti tempat. Pendapat lain yang mengatakan bahwa Walisongo ini adalah sebuah dewan yang didirikan oleh Raden Rahmat (Sunan Ampel) pada tahun 1474. Saat itu dewan Walisongo beranggotakan Raden Hasan (Pangeran Bintara); Makhdum Ibrahim (Sunan Bonang, putra pertama dari Sunan Ampel); Qasim (Sunan Drajad, putra kedua dari Sunan Ampel); Usman Haji (Pangeran Ngudung, ayah dari Sunan Kudus); Raden Ainul Yaqin (Sunan Giri, putra dari Maulana Ishaq); Syekh Suta Maharaja; Raden Hamzah (Pangeran Tumapel) dan Raden Mahmud. 

Para Walisongo adalah intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Pengaruh mereka terasakan dalam beragam bentuk manifestasi peradaban baru masyarakat Jawa, mulai dari kesehatan, bercocok-tanam, perniagaan, kebudayaan, kesenian, kemasyarakatan, hingga ke pemerintahan. 

Nama-nama Walisongo: 
Maulana Malik Ibrahim 
Sunan Ampel bernama asli Raden Rahmat 
Sunan Bonang
Sunan Drajat 
Sunan Kudus 
Sunan Giri 
Sunan Kalijaga 
Sunan Muria 
Sunan Gunung Jati
Diposkan oleh Fakhoma Wahyu 'Illiyyin[]


Read full post »

Minggu, 17 November 2013

Gerakan Dakwah Mahasiswa Salah Satu Pilar Bangkitnya Kejayaan Peradaban Islam

0 komentar

Mahasiswa Sebagai Pionir Perubahan
Belakangan ini semakin hari semakin banyak permasalahan yang terjadi pada tubuh pemerintah dan kepemimpinannya yang berimbas pada terganggunya ketentraman dan ketenangan hidup masyarakat. Era demokrasi semakin menuntut kebebasan dari masyarakat untuk bersuara menyuarakan aspirasinya kepada pemerintah. Sayangnya, aspirasi masyarakat kadangkala hanya dianggap sebagai angin lalu oleh pemerintah di tengah carut marutnya birokrasi Indonesia. Hanya sedikit golongan yang bisa menembus benteng pemerintah dan mengawali perubahan. Kelompok itu kita sebut saja salah satunya adalah intelektual muda atau mahasiswa. Mahasiswa selalu menjadi bagian dari perjalanan sebuah bangsa. Roda sejarah selalu menyertakan mahasiswa sebagai pelopor, penggerak, bahkan sebagai pengambil keputusan. Masalah ini telah terjadi di berbagai negara di dunia, baik di Timur maupun di Barat.
Mahasiswa biasanya memerankan diri sebagai golongan yang kritis sekaligus konstruktif terhadap ketimpangan sosial dan kebijakan politik, ekonomi. Mahasiswa sangat tidak toleran dengan penyimpangan apapun bentuknya dan nurani mereka yang masih relatif bersih dengan sangat mudah tersentuh sesuatu yang seharusnya tidak terjadi namun ternyata itu terjadi atau dilakukan oleh oknum atau kelompok tertentu dalam masyarakat dan pemerintah. Pemikiran kritis, demokratis, dan konstruktif selalu lahir dari pola pikir para mahasiswa. Suara-suara mahasiswa kerap kali merepresentasikan dan mengangkat realita sosial yang terjadi di masyarakat. Sikap idealisme mendorong mahasiswa untuk memperjuangkan sebuah aspirasi pada penguasa, dengan cara mereka sendiri. Menurut Ridarmin S.Kom, M.Kom[1] dalam hal ini, secara umum mahasiswa menyandang tiga fungsi strategis, yaitu:
  1. Sebagai penyampai kebenaran (agent of social control)
  2. Sebagai agen perubahan (agent of change)
  3. Sebagai generasi penerus masa depan (iron stock)
Sedangkan menurut Arbi Sanit, 2008,[2] ada empat faktor pendorong bagi peningkatan peranan mahasiswa dalam kehidupan berbangsa, yaitu:
  1. Sebagai kelompok masyarakat yang memperoleh pendidikan terbaik, mahasiswa mempunyai horison yang luas diantara masyarakat.
  2. Sebagai kelompok masyarakat yang paling lama menduduki bangku sekolah, sampai di universitas mahasiswa telah mengalami proses sosialisasi politik yang terpanjang di antara angkatan muda.
  3. Kehidupan kampus membentuk gaya hidup yang unik di kalangan mahasiswa. Di Universitas, mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah, suku, bahasa dan agama terjalin dalam kegiatan kampus sehari-hari.
  4. Mahasiswa sebagai kelompok yang akan memasuki lapisan atas dari susunan kekuasaan, struktur perekonomian dan prestise dalam masyarakat dengan sendirinya merupakan elit di dalam kalangan angkatan muda.
Intelektual muda identik dengan kreativitas dan solusi. Dalam hal itu, mahasiswa dituntut untuk dapat berperan lebih nyata terhadap perubahan atau paling tidak menjadi pendorong dari sebuah perubahan ke arah yang lebih baik. Universitas Islam Indonesia sebagai salah satu pergruan Tinggi Islam yang dirancang dan didirikan oleh para tokoh Agama dan tokoh Nasional saat itu, dengan maksud untuk mempersiapkan generasi muda Indonesia memiliki keempat karakter di atas plus kemampuan keagamaan yang kuat yang mampu mewarnai dalam kehidupannya.
Posisi sebagai pionir perubahan sudah pasti bersifat sementara karena kelak di kemudian hari mahasiswa tidak lagi tetap menjadi mahasiswa dan mereka justru menjadi pelaku-pelaku inti dalam kehidupan suatu negara atau masyarakat. Ironisnya, seringkali gerakan mahasiswa yang baru saja dibahas sepertinya tidak mempunyai visi yang jelas serta kehilangan konsep. Itu semua disebabkan karena kesadaran mahasiswa akan suatu gerakan belum sepenuhnya terbuka dan bahkan cenderung bersifat euforia. Hanya beberapa mahasiswa saja yang benar-benar konsisten serta matang dalam menggagas gerakan pembaharuan. Bahkan terkadang mereka melakukan demonstrasi yang anarkis. Maka dalam tulisan ini penulis memberikan saran bahwasanya demonstrasi memang tetap penting dalam negara demokrasi, namun demonstrasi yang diinginkan adalah demonstrasi dengan tertib, tidak anarkis, dan benar-benar memperjuangkan aspirasi rakyat bukan alat satu kelompok atau golongan tertentu.
Mahasiswa sebagai calon pemimpin dan pembina pada masa depan ditantang untuk memperlihatkan kemampuan untuk memerankan peran itu. Jika gagal akan berdampak negatif pada masyarakat yang di pimpinnya demikian pula sebaliknya. Dalam perubahan sosial yang hebat saat ini, mahasiswa sering dihadapkan pada kenyataan yang membingungkan dan dilematis. Suatu pilihan yang teramat sulit harus ditentukan, apakah ia terjun dalam arus perubahan sekaligus mencoba mengarahkan dan mengendalikan arah perubahan itu ataukah sekedar menjadi pengamat dan penonton dari perubahan atau mungkin justru menjdi korban obyek sasaran dari perubahan yang dikendalikan oleh orang lain.
Melihat realitas dan tantangan di atas, mahasiswa memiliki posisi yang sangat berat namun sangat strategis dan sangat menentukan. Sekarang bukan zamannya lagi untuk sekedar menjadi pelaku pasif atau menjadi penonton dari perubahan sosial yang sedang dan akan terjadi tetapi harus mewarnai perubahan tersebut dengan warna masyarakat yang akan dituju dari perubahan tersebut yaitu masyarakat yang adil dan makmur baldatun thoyyibatun warabbun ghafûr di bawah naungan NKRI.
Pergeseran Peran Mahasiswa
Di era modern dan globalisasi ini, di mana seluruh dunia turut serta menukar maupun menawarkan budaya, bahasa, serta ilmu pengetahuan yang dimilikinya dan entah apakah karena peng-global-an itu kita jarang sekali menemukan kata “peduli (carrying)” dalam kosakata keseharian kita. Atau mungkin rasa kebanggan sebagai bangsa timur yang sarat dengan adat dan etika itu hilang ditelan globalisasi yang makin carut marut? Mungkin sebagian umum banyak orang yang tahu apa itu “peduli”, tapi yang tertanam di diri mereka hanyalah wacana, sekedar tahu tapi tak memahaminya. Indonesia dikenal dengan keberagamannya mulai dari suku, bahasa, dan budaya!
Sungguh luar biasa pendahulu kita itu, pemuda yang tak kenal takut, berkata satu meski tumpah darah pun taruhannya. Sejak itu kita bisa tahu gerakan pemuda di Indonesia dimulai dengan Sumpah Pemuda pada tahun 1928. Hingga istilah pemuda tersebut mengalami pergesaran arti dengan sebutan mahasiswa, sosok yang memiliki kadar intelektual tinggi. Hal ini sah-sah saja karena untuk mengadakan perubahan bangsa tidak cukup dengan semangat ‘muda’ namun dituntut juga dengan intelektual plus ilmu keagamaan bagi mahasiswa UII, yang mumpuni dan yang menjadikan nilai lebih mahasiswa adalah gerakan mereka relatif bebas dari berbagai intrik politik. Sebut saja kedudukan, jabatan dan bahkan kekayaan.
Peran mahasiswa pada angkatan ‘66, ‘74 dan ‘98 telah memberikan label The Agent of Social Control. Apalagi perjuangan mereka tidak lain adalah penyalur lidah masyarakat yang tertindas pada masa rezim yang berkuasa saat itu. Kekuatan moral yang dibangun lebih disebabkan karena mahasiswa yang selalu bergerak secara aktif. Seperti dengan turun ke jalan demi berteriak menuntut keadilan dan pembelaan terhadap hak-hak wong cilik –orang kecil (ed.)-. Namun seiring perjalanan waktu gerakan mahasiswa akhir-akhir ini seperti kehilangan gregetnya, aksi-aksi penentangan terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak memihak rakyat tidak lagi mampu mengundang simpati mereka. Bahkan rakyat cenderung beranggapan ‘mahasiswa cuma bisa ngomong dan demo melulu’. Apalagi ditemukan beberapa kasus demo bayaran. Belum lagi perilaku-perilaku negatif kian marak dibawa sebagian mahasiswa ke dalam lingkungan sekitar kampus, sehingga dengan memukul rata, sehingga rakyat semakin yakin akan ‘kemunafikan’ mahasiswa.
Jadi di mana jiwa nasionalisme pemuda (baca: mahasiswa) saat ini? Mari kita buktikan kembali kejayaan seorang pemuda yang mampu menjadi Agent of Change! Mari kita lihat diri kita sendiri apakah moral kita sudah benar adanya? Atau hanya meneriakkan omong kosong yang hanya mampu memanaskan kuping rakyat di luar sana?

Reorientasi Peran Mahasiswa
Mahasiswa sebagai kaum intelektual muda, kini tengah berada di persimpangan. Antara perjuangan idealisme dan pragmatisme. Jargon sebagai agent of change and social control, kini mulai pudar seiring dengan berjalannya waktu. Jika kita membuka lembaran sejarah perjuangan kemerdekaan, maka akan kita jumpai di sana lembaran yang mengharumkan nama mahasiswa. Sekelompok kecil mahasiswa menempati posisi terdepan, yakni sebagai pelopor. Bahkan posisi kepeloporan tersebut menjadi amat eksklusif, hal ini disebabkan masih langkanya kekuatan sosial kepemudaan selain mahasiswa dimasa kebangkitan nasional tersebut. Bukan hanya itu, ketika kita membuka lembaran sejarah perjuangan pasca perang kemerdekaan, kita juga akan menjumpai beberapa lembaran yang kembali mengharumkan nama mahasiswa. Jatuhnya rezim orde lama dan orde baru pun tak lepas dari kepeloporan mahasiswa di garda depan perjuangan. Tidak berlebihan kiranya jika kemudian masyarakat mengklaim mahasiswa sebagai agent of change and social control, walaupun sesungguhnya yang harus mengontrol kondisi sosial dan melakukan perubahan adalah seluruh masyarakat, bukan hanya mahasiswa.
Namun peran mahasiswa sebagai agent of change and social control saat ini mulai pudar. Karakter pelopor perubahan yang seharusnya melekat pada diri mahasiswa mulai usang. Sedikit sekali peran nyata yang dapat dilakukan oleh mahasiswa. Sistem pendidikan yang hanya ingin menciptakan tenaga kerja siap pakai dan siap jual, yang hanya “menggiring” mahasiswa dengan how to know things (penalaran teoritis) daripada penguasaan aspek how to do things (keterampilan) menyebabkan munculnya pandangan-pandangan pragmatis di kalangan mahasiswa. Mahasiswa hanya mau tahu dengan apa yang sudah ada didepannya tanpa mau membuka kesadaran kritisnya dan tidak ingin melihat lebih dekat tentang apa yang sebenarnya terjadi di lingkungan sosialnya. Djaduk Ferianto[3]  berpendapat sistem pendidikan saat ini seperti pabrik yang hanya mencetak kuantitas, bukan kualitas. Oleh karena itu banyak lulusan sarjana yang bekerja tidak sesuai dengan kompetensi atau jurusan yang diambil semasa kuliah.
Demikian halnya dengan Program Percepatan Kuliah (PPK) yang saat ini sedang digalakkan oleh perguruan tinggi termasuk UII. Efek negatif yang dapat timbul pada diri mahasiswa ialah IP minded atau lebih dikenal dengan istilah SO (Study Oriented). Mahasiswa terbuai dalam teori-teori kuliahnya serta harus berpikir bagaimana memecahkan teori atau soal untuk sekadar mengejar nilai A yang rutinitasnya dari kost, warung, kampus, kost warung kampus dan seterusnya tanpa mau memikirkan aplikasi yang dapat bermanfaat bagi lingkungan sosialnya. Terciptalah mahasiswa yang pandai berteori dengan penguasaan aplikasi yang tipis.
Mahasiswa hanya memikirkan bagaimana caranya agar lulus tepat waktu (4 tahun syukur kurang). Sehingga kegiatan-kegiatan kemahasiswaan berkurang. Unit-unit kegiatan mahasiswa yang sebelumnya diramaikan dengan aktivitas dan kreativitas mahasiswa, kini mulai ditinggalkan. Banyak mahasiswa yang berpotensi untuk menghasilkan produk-produk teknologi maupun penemuan lain tidak terberdayakan. Tidak sedikit mahasiswa yang mau tidak mau harus meninggalkan aktivitas organisasi, sehingga lulusan yang dihasilkan pun kurang berkualitas, kurang dapat bersosialisasi dan bekerjasama. Padahal hal tersebut sangat diperlukan pada setiap lingkungan sosial.
Reorientasi Peran
Memang setiap zaman memiliki tantangan yang berbeda, namun peran mahasiswa sebagai agent of change and social control tidak akan pernah berubah. Karakter pelopor perubahan harus tetap menjiwai diri mahasiswa dan tidak akan usang walau ditelan zaman. Rakyat masih memerlukan sentuhan kepedulian mahasiswa. Reformasi yang diteriakkan oleh mahasiswa, bahkan sampai menelan korban jiwa, hingga saat ini belum selesai. Mahasiswa merupakan iron stock (red. asset) bangsa dan negara dimasa depan, sesuai dengan jargon yang sering diutarakan, yakni student now leader tommorow. Oleh karena itu perlu adanya orientasi kembali peran mahasiswa saat ini untuk menghasilkan pemimpin-pemimpin dimasa yang akan datang, sehingga perubahan yang dicita-citakan bersama dapat terwujud.
Rasulullah Sebagai Figur Teladan Mahasiswa Muslim
Rasulullah Muhammad s.a.w. telah memberikan keteladanan bagi orang-orang yang mengharap rahmat Allah S.W.T. dan yakin akan adanya hari akhir. Keteladanan tersebut mencakup seluruh perikehidupannya dimulai sejak beliau menerima wahyu pertama di Gua Hira sampai menghembuskan nafas yang mengakhiri perjuangannya di dunia. Hikmah-hikmah kebaikan yang dilakukannya bahkan sejak beliau belum menyandang status kerasulannya pun dapat kita teladani.
Hijrah yang dilakukan Rasulullah s.a.w. merupakan proses perpindahan geografis beliau s.a.w. dari satu kota (Mekah) ke kota lainnya (Yatsrib). Ia (Hijrah) terjadi pada tahun ke-3 sejak pemboikotan kaum Quraisy terhadap umat Islam yang pada saat itu merupakan tahun-tahun terberat perjuangan Nabi s.a.w., atau merupakan tahun ke-13 sejak ‘Iqra’ diturunkan kepadanya. Rasulullah s.a.w. berhijrah bersama seorang sahabat terdekatnya, Abu Bakar al-Shiddiq, melalui berbagai macam halangan dan rintangan dari kaum Quraisy saat itu.
Hijrah adalah sebuah momentum luar biasa penting yang dilakukan dalam penegakan peradaban Islam. Ia memiliki banyak sekali makna bagi perjuangan Rasulullah s.a.w. beserta para sahabatnya. Hijrah berarti pendeklarasian sebuah entitas haq (dalam hal ini yaitu umat Islam) yang berpisah tanpa sedikit pun beririsan dengan entitas kebatilan (kaum Mekah Quraisy jahiliy). Hijrah juga berarti sebuah nafas, cahaya, dan titik embun baru yang menyegarkan dan membangkitkan harapan besar serta optimisme umat Islam saat itu. Hijrah berarti dimulainya perjuangan dan kepemimpinan Islam atas umat manusia. Momentum Hijrah berarti berpindah dari buruk menjadi baik, dari lemah menjadi kuat, dari cerai menjadi satu, dari tertindas menjadi memimpin.
Terdapat peristiwa dan hikmah-hikmah dibelakang kesuksesan Hijrah Rasulullah s.a.w. Dimulai dari penyiapan Mush’ab ibn Umair yang dikirim ke Yatsrib untuk mempersiapkan para pendukung dakwah Rasulullah s.a.w. Lalu Baiat Aqobah pertama dan kedua untuk memastikan kesiapan entitas Yatsrib untuk dijadikan markas dakwah. Selain itu, peristiwa kesedihan yang menimpa Rasulullah s.a.w. karena wafatnya para pendukung terbaiknya dalam dakwah Islam dan ketidakadilan yang dialami umat Islam di Mekah menjadi sebuah motivasi insaniyah yang mendorong keinginan untuk merasakan kondisi kehidupan dan dakwah yang lebih baik. Dan pada akhirnya tentu faktor perintah Allah S.W.T. kepada Rasulullah s.a.w. untuk berhijrah dan atas berkah pertolongan Allah S.W.T. skenario Hijrah tersebut berjalan dengan sempurna.


[1] Ridarmin. 2008. Mahasiswa Sebagai Agen Perubahan. Sumber: Internet
[2] Al-Muzammi, Abdullah. 2008. Peran dan Tanggung Jawab Mahasiswa dalam Lingkungan Sosial. Sumber: Internet.

[3] seorang seniman dan pengamat budaya asal Yogyakarta, informasi internet
[]M. Fathurrohman


Read full post »
 

Copyright © Blog Design by Free CSS Templates | Blogger Theme by BTDesigner | Powered by Blogger